Rabu, Juli 08, 2009

"TIADA TUHAN SELAIN TUHAN"

Sebaris kalimat diatas adalah petikan judul dari artikel Nurcholis Madjid tentang terjemah dari lafadz “laa ilaaha illa allah”, yang mengundang banyak kecaman dari pembacanya.


Saya agak heran, mengapa mereka mengecam hanya gara-gara hal itu. Karena saya kira, kita cuma butuh dua segi pendekatan untuk mencoba menerima, yaitu segi bahasa, kemudian segi keyakinan.


Pertama, segi bahasa. Seperti yang kita tahu bahwa kata “Allah” mempunyai akar kata “ilaah” yang berarti Tuhan. Kemudian agar bermakna khusus, maka ditambah “al ta’rif” pada awalannya. Maka arti kata “Allah” secara leksikal yaitu Tuhan(yang khusus/satu-satunya Tuhan).

Kedua, segi keyakinan. Allah adalah Tuhan. Dan Tuhan adalah Allah. Ketika kata “Allah” muncul, maka kata “Tuhan” ada di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Dalam hal ini, keyakinanlah yang menjadi inti, bahwa satu-satunya Tuhan adalah Allah.


Saya juga heran sekali dengan orang yang melarang menyebut Allah dengan kata “Tuhan”. Padahal sudah jelas-jelas bahwa Allah adalah Tuhan, dan Tuhan adalah Allah. Jika mereka masih melarang, maka justru mereka perlu “dicurigai”.

Dari uraian diatas, maka dari kalimat “tidak ada Tuhan selain Tuhan” jika dilengkapi (dihusnudzon-kan) menjadi “tidak ada Tuhan-lain-, selain Tuhan(Allah)”.


Masih keberatan..??


Kemudian tahukah anda mengapa lafadz tauhid “laa ilaaha illa allah” ber-atribut sebagai “afdlal al-dzikr”(dzikir yang paling utama)??. Ada Fulan yang bertanya dalam hatinya tentang hal itu, padahal dia pikir banyak lafadz lain yang mempunyai makna tak kalah bagus, dan justru terdengar lebih mengena, seperti “Allah Maha Pengampun”, “Maha Suci Allah”, “Allah Maha pemberi rizqi”, dan lain-lain. Maka perlu ada penjelasan untuk si-Fulan tentang hal ini.


Seringkali orang yang duduk dalam dzikirnya mengucap lafadz “laa ilaaha illa allah” dengan memaknainya hanya dengan satu jenis makna saja, yaitu-makna asli-“Tidak ada Tuhan selain Allah”, atau bahkan tidak berfikir maknanya, tapi hanya berucap sambil geleng kepala saja. Padahal ada ratusan, bahkan ribuan makna yang bisa kita peroleh dari lafadz tahlil itu. Seperti misalnya,”tidak ada yang menghidupkan kecuali Allah”, “tidak ada yang membuat kuat kecuali Allah”, “tidak ada yang membuat pintar kecuali Allah”, “tidak ada yang menjatuhkan pesawat kecuali Allah”, “tidak ada yang mengangkat presiden kecuali Allah”, “tidak ada yang bisa membuat aku membaca blog ini kecuali Allah”, dan masih banyak lagi makna terpendam lainnya yang dapat kita ungkap, sehinnga kita semakin mengerti bahwa semua hal ada yang mengaturnya. Jadi pantas jika lafadz tahlil ini menjabat sebagai “afdlal al-dzikr”.


Tapi perlu juga diingat, bahwa disetiap lafadz tahlil itu kita ucapkan, maka harus kita sisipkan juga makna “Muhammad Rasul Allah”(Nabi Muhammad utusan Allah), agar kita berbeda dengan orang-orang Yahudi, yang hanya percaya rada Allah saja, dan tidak meng-iman-i kenabian Muhammad SAW.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar