Senin, Juli 20, 2009

SETAN JANGAN DIBENCI

Pernahkah kalian merasa kasihan pada setan? Iblis yang hanya dengan satu kesalahan saja langsung ”terfatwa” masuk neraka jahannam untuk selamanya. Setan yang selama ini dibenci semua orang. Memangnya apa kesalahan setan pada kita??

Fulan: setan selalu mengganggu saat kita beribadah, sedangkan mereka sendiri tak mau beribadah. Setan selalu membujuk kita untuk melakukan hal-hal buruk. Setan akan menyeret kita ke neraka untuk menjadi temannya.

Coba, mari kita tengok akar permasalahannya.

Saat masih tinggal di surga, setan menolak sujud/hormat pada Adam (manusia) dengan sikap sombongnya. Tapi dibalik kesombongan itu, terdapat asumsi menarik, bahwa setan tidak mau sujud (walau sekedar hormat) pada Adam karena benar-benar tidak sudi bersujud pada selain Allah. Bukankah itu sikap tauhid yang sangat tinggi?. Tapi setan langsung dilaknat masuk neraka untuk selamanya.

Setanpun menerima apa yang diputuskan Tuhan. Tapi ia mempunyai satu permintaan, bahwa ia akan mengganggu manusia sampai akhir zaman. Kemudian hal itu menjadi ”kesepakatan” yang diambil. Tapi kita harus tetap ingat, bahwa tidak mungkin semua kejadian itu ada diluar perencanaan Tuhan. Berarti, semua itu bukanlah kehendak setan, tapi memang sudah rencana Tuhan. Bahkan sampai detik inipun, setan tak pernah mencita-citakan ”pekerjaan”nya itu.

Lalu apa alasan membenci dia??

Iblis maupun setan tak pernah melakukan ritual peribadatan kepada Tuhan, karena memang tidak ada perintah tentang hal itu untuknya. Allah berfirman: ”Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia, kecuali agar mereka beribadah” (al-รขyah). Tidak ada kata ”syaithan” disitu. Maka bukan kesalahan dia kalau dia tidak beribadah.

Seharusnya kita yang mempunyai bertumpuk dosa ini justru malu pada setan yang hanya mempunya satu kesalahan saja. Padahal kitalah yang mempunyai akal. Kita yang sebagai makhluk terbaik, sempurna, dan terhormat.

Tuhan tidak menciptakan suatu apapun yang tidak bermanfaat. Mungkin sebagai manfaat setan adalah agar selalu menjadi bahan kewaspadaan kita. Agar kita selalu meminta pertolongan kepada Tuhan, memperkuat iman, dan selalu mendekatkan diri kepada Tuhan.

Maka penyelesaiannya adalah; Setan tidak usah dibenci, tapi harus diwaspadai. Waspada terhadap bujukannya, tipu dayanya, dan kecerdikannya, dengan akal yang kita punya.

AKAL MENURUT SUMUR TAUHID


Manusia adalah satu-satunya makhluk yang diberi akal oleh Tuhan dengan seonggok otak. Menurut kebanyakan orang, fungsi otak itu agar digunakan oleh manusia untuk berfikir -sendiri- dalam menghadapi kehidupan di dunia. Karena itulah manusia disebut sebagai makhluk yang paling sempurna di antara makhluk-makhluk lain, seperti binatang, jin, setan, tumbuhan, dan lain sebagainya.

Manusia juga diberi hati oleh Tuhan untuk membantu akal dalam mengambil keputusan yang terbaik. Baik dalam hal sosial, maupun dalam ritual peribadatan.

Tapi, jika direnungkan lebih jauh, akal ini seperrti tidak ada gunanya. Karena sekuasa apapun manusia menggunakan akalnya, tetap akhirnya itu hanyalah kosong. Karena akal manusia, dan seluruh makhluk dikendalikan oleh Sang Khaliq-Nya (Tuhan). Pikiran manusia adalah pikiran Tuhan. Keputusan manusia adalah keputusan Tuhan. Tuhan tidak mungkin lepas kendali atas arah jalannya setiap akal. Maka posisi manusia disini layaknya wayang kulit yang tak berdaya. Yang tak bisa berbicara, tapi dalang yang berbicara. Yang tak bisa bergerak, tapi dalang yang menggerakkan. Yang tak mengerti kisah pewayangan, tapi dalang yang berkisah. Lalu jika tangan dalang memegang wayang kulit rupa manusia dan rupa gunung, apa bedanya?

Ada lagi yang berkata, bahwa manusia adalah hewan yang bisa berbicara. Pendapat ini lucu sekali. Sepertinya lupa bahwa setiap makhluk itu mempunyai gaya bicara dengan bahasa masing-masing, begitu juga dengan tumbuhan, gunung, angin, api, air, dan lain sebagainya.

Mungkin ini sulit dipahami atau diterima. Tapi memang kenyataannya, akal tak berfungsi apa-apa jika tidak ada kehendak Tuhan. Lalu apa fungsi akal yang sesungguhnya??

Ini erat kaitannya dengan konsep takdir. Maka tugas akal adalah tetap berusaha –walau juga sudah “diusahakan” oleh Tuhan- menemukan maksud kehendak Tuhan yang sesungguhnya dalam setiap gerak-gerik kehidupan. Tetap mencoba membuktikan bahwa makhluk yang berakal lebih baik dari pada yang tidak berakal. Sehingga yang tidak berakal bisa dijadikan menjadi lebih baik oleh yang berakal.

Maka berbahagialah bagi kita, makhluk yang terpilih untuk menerima penghormatan berupa akal. Karena kitalah sebagai sarana terbaik atas terwujudnya kehendak Tuhan.

Tuhan mencintai orang-orang yang memfungsikan akalnya untuk berpikir. Berusaha membedakan antara yang salah dan yang benar. Dan mempraktikkan dengan sebaik-baiknya atas kebenaran yang sudah ditemukan. Jika ada seseorang yang tak mau menggunakan akalnya untuk berpikir, maka dia ada atau tidak itu sama saja. Lebih baik dia mati saja. Karena jika tetap ada, dia hanya menjadi makhluk sampah yang mengotori keindahan kehidupan ini.

Sabtu, Juli 18, 2009

MIMPI, ATAU MIMPI?


Dalam kesadaran aku bermimpi. Aku bahagia tak terkira, karena aku melihat segerombolan orang yang saling bersalaman dan berpelukan. Mereka adalah ummat Muhammadiyah dan NU. Lalu beberapa saat kemudian, datang gerombolan yang lebih banyak lagi untuk turut bergabung. Mereka adalah kaum Wahidiyah, Jahula’, Ihwan al-muslimin, Hisbu at-tahrir, dan Dar al-hadits.

Kemudian mereka berjalan bersama menuju sebuah masjid. Masjid itu adalah masjid Ahmadiyah, yang disana sudah ada dua kelompok jama’ah yang menunggu, yaitu jama’ah Ahmadiyah dan FPI.

Aku ingin mengikutinya. Tapi tiba-tiba aku mendengar suara lantang nyanyian gerombolan kaum pemuda dari arah belakangku. Aku tersenyum gembira, karena mereka adalah gabungan dari berbagai organisasi; Anshor, HMI, PMII, KAMII, IMM, IPNU, dan lain sebagainya. Aku pun turut bergabung dengan mereka dan bersama-sama menuju masjid bergabung dengan para ulama.

Kami sholat bersama dengan shof yang rapat, bercampur baur, tanpa ada perbedaan kelompok. Kami bersholawat bersama, berdzikir bersama, bermunajat bersama, dan bercengkrama bersama.

Di sudut kanan aku melihat para malaikat tersenyum bahagia. Aku melihat Raqib sibuk menulis di buku catatannya. Aku melihat ‘Atid menyobek-nyobek catatan yang ia miliki. Sedangkan di susut kiri aku melihat sekelompok iblis terlihat geram dan mengamuk menjijikan.

Airmataku luluh atas kebahagiaan ini. Ingin aku rangkul semua orang yang aku temui. Suasana di masjid indah itu sungguh hangat dan harum, penuh senyuman.

Rasanya tak ada kepuasan dalam suasana itu. Tapi kami juga harus mengajak ummat lain di luar sana. Maka kami keluar bersama dari masjid itu. Lalu, aku kembali terkejut, karena di luar masjid sudah ada beberapa kelompok orang yang menunggu untuk bersalaman dengan kami. Mereka adalah ummat Kristen, Hindu, Budha, dan Katolik. Kamipun saling bersalaman, berpeluk, dan bergurau. Suasana berubah sejuk dan damai sekali.

Rasanya aku tidak butuh surga lagi. Tapi aku butuh Tuhan untuk bergabung bersama kami.

Minggu, Juli 12, 2009

BAGAIMANAKAH ENGKAU, TAKDIR....

“Takdir” adalah kata yang paling misterius di sepanjang kehidupan (setidaknya itu menurut saya). Kata “takdir” selalu muncul di setiap ujung kebingungan manusia, dalam hal apapun. Tapi tidak ada yang tahu seberapa besar takdir itu. Kita bertemu jodoh adalah takdir. Damai dan perang, adalah takdir. seluruh makhluq akan mati, adalah takdir. Bahkan 2+2 = 4, itu pun juga takdir.

Secara devinitif, semua orang tahu apa itu takdir. Tapi secara nalar, orang kerap tak sampai pada titik kepuasan dalam pembahasannya.

Dengan mengambil kisah yang tak asing, mari kita tetap mencoba membuka cadar yang dipakai takdir itu. Misalnya, penciptaan manusia pertama, Adam. Penciptaan Adam di surga sebagai laki-laki tampan, itu tentu sebuah takdir. Kemudian iblis menentang perintah Tuhan untuk sujud/hormat kepada Adam karena -konon- iblis bersikap sombong karena tercipta dari api, itu juga pasti takdir. Karena tak mungkin iblis mampu menentang jika tidak mendapat kekuatan dari Tuhan. Hal itu tentu sudah menjadi bagian dari perencanaan Tuhan. Lalu dimana kesalahan iblis?

Adam merasa kesepian, hingga diciptakanlah Hawa untuk menemaninya, itu pasti takdir, karena semua rasa datangnya dari Tuhan pula. Kemudian Tuhan melarang mereka mendekati suatu pohon, apalagi memakan buahnya. Tetapi atas bujukan iblis (yang memberikan nama untuk buah itu,”khuldi”), akhirnya mereka memakan buah itu pula, hingga mereka dilaknat oleh Tuhan, jatuh ke bumi dengan telanjang. Hal itu tidak mungkin berada diluar perencanaan Tuhan Yang Maha Tahu. Lalu dimana kesalahan Adam dan Hawa?

Beberapa hal di atas hanya sebagian kecil dari wacana tentang takdir. Kita juga bisa mengaitkan -misteri- konsep takdir pada kehidupan kita sendiri.

Kata orang, semua unsur yang ada, mempunyai takdirnya masing-masing, termasuk manusia (kita). Umur, harta, dan jodoh kita sudah -terlanjur- ditentukan sebelum kita di-ada-kan. Maka pertanyaannya, untuk apa kiya berdo’a? Untuk apa kita ber-silaturrahim (yang kabarnya bisa menambah rizqi)? Untuk apa kita beribadah kalau tempat kita di akhirat sudah ditentukan sejak awal? Si fulan menjadi pencuri, itu takdir. Apakah dia salah? Si fulanah menjadi pelacur, itu takdir. Apakah dia salah? Dan banyak lagi hal yang serupa.

Semua itu adalah misteri takdir yang harus diselesaikan dengan sebijak mungkin. Kita coba gali alur perencaraan Tuhan atas takdir makhluq-Nya, walau Dia tetap merahasiakannya. Tidak dengan ideology gegabah (kata orang- seperti kaum Qadariyah, misalnya).

Maka dalam hal ini, penulis mencoba menawarkan solusi yang -mungkin- bisa menjadi titik terang.

“TUHAN MEMANG TELAH MENENTUKAN TAKDIR SEBELUM MAKHLUQ ADA. TAPI INGAT, TUHAN MAHA KUASA ATAS APAPUN. TIDAK ADA SATUPUN YANG BISA MEMAKSA KEHENDAK TUHAN, TERMASUK -RENCANA- TAKDIRNYA SENDIRI”. Tuhan tetap berkuasa jika ingin merubah takdir, sesuai kehendak-Nya. Ini bukan berarti Tuhan plin-plan, tapi justru itulah keadilan dan kebijaksanaan Tuhan, Maha pemilik segalanya.

Maka atas nama semangat kehidupan, penulis berseru kepada kalian, jangan pernah ragu untuk berdo’a dan berusaha perbaiki hidup. Karena Tuhan Maha Mendengar dan Maha Melihat. Roda kehidupan ada di depan mata kalian. Putarlah, dan tempatkan diri kalian selalu yang teratas, bi dzikr allah….

Ada satu pertanyaan untuk mengakhiri wacana ini:

Kita berdo’a, berusaha, dan lain sebagainya, tentu itu juga bagian dari takdir. Lalu sebenarnya bagaimanakah hidup kita ini?? Renungkan….

Rabu, Juli 08, 2009

SEKALI LAGI AKU HANCUR...!!


Kemarin aku bertanya kepada Tuhan,”Seperti apakah malaikat itu?. Aku ingin melihatnya, walau aku juga begitu ingin melihat-Mu”.

Tuhan sedikit tertawa, lalu menjawab,”Coba saja kau cari sendiri, anak muda!. Mereka ada di sekelilingmu. Tapi berhati-hatilah, karena pesonanya bisa getarkan urat nadimu. Bahkan mungkin bisa membuatmu mengabaikan-Ku”.

Maka sejak itu, dengan kebodohanku, kuloncati gunung-gunung, kulangkahi lautan, dan kutatap setiap gerik yang menawan.

Disitulah jutaan makhluq mencoba menarik kata pujianku.

Tapi apalah daya mereka, matakupun terlalu bosan membuka kelopaknya.

Ditengah tarian-tarian konyol bumi ini, lelah mulai menghimpitku. Dan kantuk mulai menindihku.

Aku tertidur di lumpur yang hangat, bekas babi-babi hutan yang kasihan padaku.

Dengan setengah pulas kudengar babi-babi itu berdoa, agar aku dapat segera temukan malaikatku, pencarianku selama ini.

Kemudian beberapa anjing meng-amininya sambil menjilat kakiku.

Mereka sayang sekali padaku.

Esok harinya, lancang sekali matahari pagi menyengatku.

Tapi aneh. Aku berada di bumi yang permai. Rumput yang riang, dan pepohonan yang ramah.

Kulihat kupu-kupu sibuk berdandan untuk menggoda para kumbang.

Dan di atas sana, awan sedang bercanda, berlarian kesana-kemari.

Lalu semilir angin membisikkan sesuatu padaku, bahwa malaikatku telah datang menjengukku, diatas bukit sana.

Maka dengan sorak gempita para cacing tanah, ku berlari kencang ke atas bukit, walau rumput berduri tajam.

Maka darah dikakiku menjadi saksi, bahwa aku melihat sesosok anggun dengan kerudung putih terurai, sedang menabur bunga diatas bumi yang manja.

Kecantikannya tidak hanya getarkan urat nadi, tapi juga menendang hatiku keluar dari dadaku.

Dan seperti kata Tuhan-ku, keindahan sosok itu hampir membuatku mengabaikan-Nya.

Tapi hancurlah aku di akhir kisah ini, ketika matanya lurus menatapku, seraya bibir merah yang berucap,”Selamat tinggal….”