Selasa, Februari 16, 2010

FALSAFAH CINTA


Segala permasalahan dalam kehidupan manusia ini bersumber dari berbagai hal yang mempengaruhi akal manusia. Sementara akal belum tentu sepenuhnya mampu menyambut dengan tepat atas apa yang sudah tertangkap sehingga akibatnya dapat memunculkan tindakan-tindakan keliru sebagai wujud dari kasimpulan pemikiran yang belum matang.

Perasaan sangat erat kaitannya dengan hal ini. Dan salah satu hal yang paling berpengaruh pada perasaan manusia adalah Cinta. Baik disadari atau tidak, perasaan cinta ini dapat menimbulkan tindakan-tindakan tertentu yang -secara langsung atau tidak langsung- mewujudkan perasaan cinta tersebut. Cinta adalah perasaan abstrak yang sulit dimengerti, sehingga banyak orang yang merasa salah tingkah, atau bahkan sembarang melakukan tindakan yang justru dapat menodai kesucian cinta itu sendiri.

Maka, dalam makalah ini kita akan membahas tentang perasaan cinta tersebut, yang tentunya tidak hanya sebatas sesama manusia, tetapi juga dengan semua makhluk lain, dan terlebih lagi dengan Tuhan. Dalam pembahasan ini, diawali dengan pemaparan definisi cinta menurut berbagai sumber. Kemudian diteruskan dengan pemaparan berbagai problematika tentang cinta, ayat-ayat al-Qur’an yang terkait dengan cinta, dan dilanjutkan dengan kandungan filosofis dalam ayat-ayat tersebut. Kemudian diulas pula kandungan filosofis dalam kisah-kisah cinta yang masyhur.

***

Munculnya berbagai problematika tentang cinta dalam kehidupan manusia membuat ruang kegelisahan tersendiri di benak kita. Cinta telah dirasakan dan dikenal manusia sejak manusia itu pertama akali ada -yaitu Adam. Tetapi hingga kini pun, cinta masih banyak menimbulkan persoalan-persoalan baru yang rumit jika dituntaskan. Malihat kenyataan ini, maka ini menunjukkan bahwa cinta masih menyimpan misteri yang belum terungkap. Dan sesuatu yang tersembunyi itu tentu merupakan pesan moral bagi manusia yang perlu digali.

Perasaan cinta itu memang manusiawi. Tetapi disaat-saat tertentu, perasaan cinta menjadi tidak manusiawi jika manusia itu terseret oleh arus cintanya sendiri. Seolah ada kakuatan lain yang menguasai hatinya, yang kemudian menjadikannya sebagai budak dari hatinya sendiri. Sehingga akibatnya jika ia tidak dapat mengambil alih kendali (berhasil menguasai hakikat cinta), maka ia akan terseret jauh dan membiarkan hatinya yang kosong serta akal fikirannya yang mati.

Banyak kita temukan kisah-kisah tentang cinta dari tokoh-tokoh terkemuka yang sedikit-banyak memberikan gambaran pesan-pesan yang terkandung di kisah-kisah itu, dengan bentuk pengalaman yang mereka alami. Sebagai contoh, yaitu kisah dari Adam dan Hawa, Laila “Majnun”, Rabi’ah al-‘adawiyah. Dapat pula dicontohkan kisah-kisah cinta dari negeri barat yang tentunya memiliki keresahan yang sama dalam mengerungi dunia cinta. Karena diyakini bahwa semua manusia mempunyai perasaan cinta yang dapat membuat bahagia di saat tertentu, dan dapat menyakitkan di saat tertentu pula.

Tuhan tentu tidak hanya sekedar iseng menciptakan perasaan aneh ini. Dia pasti menyisipkan pesan-pesan di dalamnya, agar kemudian manusia dapat mengambil sikap yang bijak dalam menanggapi dan menggunakannya. Kemudian menjadikan kesempurnaan dalam berkehidupan, sesuai dengan petunjukNya itu.

Berangkat dari kegelisahan itulah makalah ini dibuat, dengan harapan agar menjadi bahan perenungan tersendiri, terlebih lagi agar dapat menambah wawasan serta menenukan pesan-pesan yang terkandung pada perasaan dari Tuhan itu.

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Sebelum membahas cinta lebih jauh, terlebih dahulu kita merambah ke segi definisinya. Ada beberapa opsi yang ditawarkan dari sumber-sumber yang berbeda. Cinta/Love/al-Hubb mempunyai arti: Perasaan kasih dan sayang; perasaan cenderung dan terpikat terhadap lain jenis; perasaan ingin dimiliki dan memiliki; perasaan rindu yang teramat dalam.[1]

Sebagian orang berpendapat bahwa cinta itu sulit untuk didefinisikan, karena merupakan hal yang tidak dapat diraba dan tidak tampak, sehingga sulit dijangkau dengan kata-kata. Seperti yang diungkapkan oleh ibn Qayyim, yang mengatakan; ”cinta tidak bisa didefinisikan dengan jelas. Bahkan jika didefinisikan, tidak menghasilkan (sesuatu), melainkan menambah kabur dan tidak jelas. (Berarti) definisinya adalah adanya cinta itu sendiri”. (Madarius Salikin, 3/9).[2]

Berbeda lagi jika mengais definisi cinta dari orang-orang yang sedang patah hati atau kecewa. Rasa sakit yang mereka rasakan sangat berpengaruh pada gaya pendefinisian cinta versi bebas. Dari mereka, diperoleh ungkapan bahwa cinta itu menyakitkan; cinta itu kejam; cinta itu tidak adil; bahkan menjijikan. Menanggapi hal ini, orang-orang yang berpikir lebih panjang mengatakan bahwa yang telah membuat sakit, kejam, tidak adil, dan sebagainya itu sebenarnya bukan cinta. Tetapi bisa dari sifat egois, matrealis, atau rasis dari si empunya cinta itu sendiri.

B. PROBLEMATIKA CINTA

Cinta merupakan perasaan yang sulit dikendalikan., bahkan selalu terkesan memaksa untuk dipenuhi apapun kemauannya. Inilah kiranya sebab dari munculnya berbagai problematika di dunia cinta.

Untuk mengulas problematika itu, disini perlu adanya pembagian terlebih dahulu tentang jenis-jenis cinta yang ada, berdasarkan pihak yang berbeda sebagai sasarannya. Karena dengan adanya perbedaan pihak ini, menyebabkan munculnya problematika yang berbada-beda pula. Jenis-jenis cinta itu adalah:

  1. Cinta antara dua insan

Cinta inilah yang kiranya paling sering memunculkan problematika. Jika masyarakat diluar sana mengucapkan kata “cinta”, maka mayoritas cinta jenis inilah yang mereka maksud. Ini adalah jenis cinta yang mengarah pada pernikahan dan hidup berdampingan. Perasaan yang muncul dengan tiba-tiba melalui tatapan mata. Tetapi bisa juga perasaan ini muncul secara tidak langsung, tapi bertahap seiring waktu.

Dari segi normalitas, cinta jenis ini dialami oleh sepasang pria dan wanita, yang kemudian mereka ingin menuju ke pernikahan. Baik pernikahan yang pertama maupun yang ke sekian kalinya. Perasaan ini tidak begitu mempedulikan perbedaan umur, harta , rupa, bahkan sifat. Tetapi yang ada hanyalah rasa sayang, kagum, dan rindu yang teramat dalam.

Sebagai suatu kecacatan dari perasaan cinta jenis ini adalah munculnya perasaan cita antara sesama laki-laki atau sesama perempuan. Hal ini tidak hanya terjadi di zaman sekarang, tapi sejak dahulu pun kasus ini telah menjadi kebiasaan pada zaman Nabi Nuh. Kemudian mereka mendapat laknat dari Allah sebagai tanda bahwa hal itu sangatlah dilarang.

Kemudian yang menjadi problematika dari cinta jenis ini adalah karena tidak adanya restu (dari siapapun), keadaan geografis yang tidak memungkinkan, atau adanya perasaan cinta yang hanya sepihak. Dari berbagai faktor tersebut, bisa menimbulkan hal-hal yang negatif, seperti perilaku yang aneh, hilangnya semangat hidup, bahkan kriminalisasi.

Sebagai gambaran dari problematika itu, muncul kisah-kisah fiktif masyhur yang bukan tidak mungkin dialami juga oleh siapapun yang sedang jatuh cinta. Kita ambil contoh kisah cinta antara Laila dengan Qais (karya Nizami, dari Nadj, Jazirah Arab), dan kisah Romeo dengan Juliet (karya William Shakespeare, dari Verona, Italia):

1. Kisah “Laila-Majun”: Laila dan Qais adalah dua insan yang saling mencinta. Mereka berniat untuk hidup bersama sampai kapan pun. Tapi ketika Qais sedang mendampingi ayahnya pergi berniaga ke negeri lain (Damsyik, Jerussalem, Hims, Halb, dan Irak), laila akan dinikahkan secara paksa oleh ayahnya, dengan seorang saudagar kaya bernama Sa’d bin Munif dengan maskawin 1.000 dinar, yang membuat ayah laila kegirangan. Laila tidak bias menolak keputusan ayahnya, karena saat itu adapt mengatakan bahwa laki-laki brkuasa atas perempuan (apalagi antara ayah dan anak). Dalam pelayarannya, Qais merasakan kerinduan yang teramat dalam. Karena merasakasihan dengan Qais, ayahnya memutuskan untuk kembali pulang, dan kemudian langsung melamarkan Lailauntuk Qais, dengan maskawin seratus unta. Tapi kemudian ayah Qais sangat kecewa setelah lamarannya ditolak, dan mendengar keputusan bahwa Laila akan segera menikah dengan orang lain. Setelah Qais mengetahuio hal ini, tentu saja hatinya terasa hancur tak terkira. Sampai-sampai ia menjadi pendiam, bahkansering berbicara sndiri. Karena itulah orang-orang sering memanggilnya dengan sebutan “majnun” (orang gila). Walau telah menjadi istri Sa’d, tapi cinta suci Lila tetap hsnys untuk Qais. Karena tidak kuatdengan penderitaan cinta itu, Laila menjadi sakit, dan selalu menyebut nama Qais. Qais pun dipanggil untuk menemani Laila. Setelah mereka bertemu, Laila mengatakan sesuatu pada Qais, bahwa mereka akan bertemu nanti di akhirat sebagai kekasih ang abadi. Kemudian Laila meninggal. Hancurlah hati Qais untuk kedua kalinya. Kini Qais tidak mempunyai semangat hidup lagi. Yang ia lakukan hanya menunggui pusara Lila, smpai ia meninggal. Kemudian jasat Qais pun dimakamkan di samping makam Laila. Sekitar sepuluh tahun kemudian, ada beberapa musafir berziarah kemakam Laila dan Qais. Mereka melihat rumpun bamboo yang tumbuh di atas kedua makam itu. Dan bagian ujung bamboo itu saling berpelukan. Maka mulai masyhurlah kisah Lila dan Qais dengan sebutan Lila “Majnun”.

2. Kisah Romeo-Juliet: Ketika Juliet telah berusia 17 tahun, orang tuanya mengadakan pesta ulang tahun untuk puteri mereka itu, sekaligus juga memperkenalkan Juliet dan Valiant Paris, pemuda pilihan orang tuanya. Ayah Juliet adalah pemimpin dalam keluarga Capulets yang mempunyai permusuhan begitu lsms dengan keluarga Mountage, sejak nenek moyang keduannya. Romeo, adalah pemuda dari keluarga Mountage yang saat itu baru saja putus cinta karena kekasihnya menikah dengan pria lain. Pada malam pesta dikediaman Capulets, Romeo yang lewat depan Puri kediaman Capulets secara tiba-tiba tertarik untuk masuk secara diam-diam ke dalam Puri kediaman Capulets untuk mengetahui keramaian yang ada di dalamnya. Disanalah Romeo menemukan perasaan cintanya kembali ketika terpesona saat melihat Juliet di pesta ulang tahunnya. Kemudian mereka dapat berkenalan, dan mempunyai kesan didalam hati masing-masing. Sejak pertemuan itu Romeo dan Juliet menjadi pasangan kekasih dimana cinta mereka dirahasiakan dari kedua belah pihak keluarga mereka, yang tentunya tidak menyetujui hubungan itu. Hingga pada suatu hari, terjadi peristiwa yang melibatkan Romeo dan salah satu keluarga Capulets, yang menyebabkan kematian seseorang bernama Mercutio. Mercutio adalah kerabat dari keluarga Mountage. Ia meninggal karena bertarung dengan Tybalt dari keluarga Capulets. Kematian sahabatnya membuat Romeo menjadi gelap mata, dan kemudian balas membunuh Tybalt. Perbuatan Romeo membuat dia dihukum tidak boleh lagi kembali dari Verona untuk selama-lamanya, sehingga terpisah dari kekasihnya Juliet. Dilain pihak, orang tua Juliet tidak bisa menolak lamaran dari Valiant Paris untuk menikahi Juliet. Sehingga mereka memaksa Juliet untuk menikah secepatnya dengan pilihan orang tuanya. Juliet bersedih akan keputusan itu dan ia berusaha menghubungi Romeo melalui guru Romeo atas rencana pernikahannya dengan Valiant Paris. Untuk mencegah pernikahan yang akan dilangsungkan dalam dua hari mendatang, maka sang guru menggunakan ramuan obat tidur untuk membuat Juliet mati suri selama 2 hari sehingga keluarga Juliet tidak bisa menikahkan dia. Sang guru juga berusaha menghubungi Romeo akan rencana itu, tapi surat yang berisikan rencana matang itu tidak sampai pada Romeo. Dan ketika Romeo kembali ke kota dan mendapati sang kekasihnya telah meninggal, maka ia langsung mendatangi tempat Juliet dibaringkan. Melihat Juliet telah mati maka Romeo pun membunuh dirinya disamping jasat kekasihnya dengan membawa perasaan sedih mendalam. Ketika pengaruh obat tidur itu hilang, Juliet tersadar tapi ketika melihat Romeo yang ada disampingnya telah mati membuat Juliet menyusul Romeo dengan mengakhiri hidupnya juga. Sebuah akhir dari tragedi cinta dalam permusuhan diantara dua keluarga besar Capulets dan Mountage.

Dengna melihat dari kedua fiksi diatas, dan umumnya dari semua problematika cinta yang terjadi, menunjukkan adanya ketidakmulusan perjalanan cinta. Jika ndirenungkan lebih dalam, maka akan memunculkan lebih banyak pertanyaan yang membuat pemnbahasan melebar jauh.

  1. Cinta kepada Keluarga

Perasaan jenis ini berbeda dengan jenis yang pertama. Karena lebih berupa rasa saying, bakti dan hormat kepada orang tua dan saudara, yang sama sekali tidak -bahkan dilarang- jika berniat pada pernikahan. Rasa saying ini mulai timbul setelah pengenalan. Bayi yang baru mengenal ayah dan ibunya, adik yang baru manganal kakaknya, cucu yang baru mengenal neneknya, dan lain sebagainya.

Pada suatu ketika perasaan cinta dalam jenis ini dapat bertentangan dengan cinta yang berupa asmara kepada seorang kekasaih. Sehingga dapat menimbulkan permasalahan yang rumit. Maka memerlukan keputusan yang tepat dan bijak agar dapat diterima oleh kedua pihak tersebut.

Sebagai wujud dari cinta kepada keluarga adalah mematuhi kadua orang tua, saling bantu-membantu antar saudara, menjaga kerukunan, perasaaan, dan nama baik keluarga.

  1. Cinta kepada Tuhan

Cinta jenis ini tentu bereda dengan jenis sebelumnya. Perasaan ini susah sekali terwujud, karena memang memerlukan “usaha” yang besar , terutama usaha yang berupa kesungguhan dalam batin.

Lain halnya dengan praktek peribadatan. Perasaan terhadap Tuhan tidak bisa diukur dengan ketaatan dalam menjalankan syari’at yang berupa praktek peribadatan, baik yang sakral maupun tidak. Karena seperti yang kita tahu bahwa perasaan cinta bukanlah sesuatu benda yang terlihat mata, apalagi terukur. Karena itu, terasa sukar juga jika mendevinisikan cinta kepada Tuhan.

Telah disepakati bahwa cinta yang tulus adalah cinta yang tanpa pamrih. Maka dapat dikatakan disini bahwa cinta kepada Tuhan sangat erat kaitannya dengan keikhlasan. Percaya bahwa Tuhan itu ada dengan ke-Esa-anNya, percaya atas firman-firmanNya, dan mematuhi segala “permintaan”Nya dengan tanpa pamrih. Walau tentu belum pernah memandang wujud Tuhan, tetapi hal itu justru menjadi unsur kerinduan yang mendalam.

Ketiga jenis cinta diatas jelas mempunyai arah masing-masing yang sama sekali berbeda. Jika dalam diri seseorang mempunyai upaya untuk melengkapi ketiga jenis cinta itu, tentu sangat sulit untuk membaginya. Bukan hanya membagi hati, tapi juga membagi waktu agar ketiganya dapat secara maksimal terpenuhi. Karena itu, muncul suatu solusi alternatif yang menawarkan pencerahan, yang mengatakan bahwa cinta terhadap manusia itu sama dengan cinta terhadap Tuhan. Keduanya cukup berada pada satu tempat yaitu hati. Maka tidak perlu dibedakan, yang akibatnya harus membagi hati. Kemudian, yang menjadi ukuran hingga taraf 100% adalah kesungguhan hati, memusatkan cinta terhadap apa yang saat itu berada di “depannya”. Jika pada suatu waktu kita memenuhi dan menyelesaikan suatu hal yang menjadi perintah agama, maka saat itulah kita sedang memenuhi 100% cinta kepada Tuhan (tentunya dengan hati yang ikhlas). Jika pada waktu yang lain kita memenuhi dan menyelesaikan hal yang bersifat sosialis, maka saat itu pula kita sedang memenuhi 100% cinta kepada manusia, yang bisa juga terkait bagian dari cinta kepada Tuhan. Maka, taraf cinta antara satu waktu dengan waktu yang lain dapat berbeda, dan dapat pula sama, tergantung keikhlasan hati. Maka sekali lagi, tidak perlu mempertentangkan antara sasaran pihak yang dicintai.[3]

C. FALSAFAH CINTA

Salah satu nama Tuhan adalah al-Wadud, dan di dalam al-Qur’an terdapat begitu banyak keterangan tentang cinta atau hubb, seperti ayat yang mengatakan, “....maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya”. (QS.al-Ma’idah (5): 54). Adalah keyakinan umat islam bahwa Allah Maha Mencintai sebagaimana Dia adalah Maha Pengasih dan Maha Pemaaf seperti ditegaskan dalam ayat-ayat berikut ini, ”.....sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih” (QS. Hud (11): 90), dan , “Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Buruj (85): 14).[4]

Islam menyatakan bahwa Tuhan adalah Cinta, karena hal ini merupakan salah satu nama-nama Tuhan. Tetapi islam tidak mengidentifikasi Tuhan semata-mata dengan cinta saja karena Dia juga adalah Pengetahuan, Cahaya, Keadilan, dan Kebesaran, begitujuga Keamaian dan Keindahan. Namun, Dia tidak pernah tanpa cinta, dan cintaNya adalah faktor dasar bagi penciptaan alam serta bagi hubungan kita dan Dia.[5]

Maka telah jelaslah bahwa Tuhan mempunyai keagungan cinta. Allah menciptakan segala makhluk (termasuk manusia) dengan rasa cinta. Maka sangatlah wajar jika objek penciptaan Tuhan dengan rasa cinta itu memiliki cinta pula yang merupakan pancaran dari cinta Tuhan. Hal ini harus diketahui, dimengerti, dan disadari. Karena ini merupakan jawaban atas pertanyaan mengapa jika mausia mempunyai rasa cinta pada sesuatu harus karena Allah. Cinta yang dirasakan manusia adalah merupakan pancaran dari cinta yang dimiliki Tuhan. Maka jika manusia mencintai sesuatu hal disekelilingnya, haruslah karena Allah, atau atas dasar cinta kepada Allah. Agar selalu mengingat dari mana rasa cinta itu berasal, dan agar timbul pula unsur rasa syukur terhadap Tuhan atas kenikmatan cinta yang telah diberikan.

Pada level yang lebih praktis, cinta dalam kehidupan muslim memiliki contohnya dalam cinta Tuhan kepada nabi dan cinta nabi kepada Tuhan. Bagi manusia, cinta kepada Tuhan mensyaratkan cinta kepada nabi, dan cinta kepada nabi serta para wali, yang merupakan pewaris biologis maupun spiritual nabi, mengharuskan cinta kepada Tuhan. Lebih juah, terdapat level cinta yang alamiah pada manusia: cinta romantis, cinta anak dan orang tua, cinta keindahan seni dan alam, cinta pengetahuan, dan bahkan cinta kekuasaan, kekayaan, ketenaran, yang kesemuanya, karena diarahkan kepada dunia, bagaimana pun, dapat membahayakan jiwa. Dalam pandangan islam, semua cinta yang bersifat duniawi harus didasarkan dan tidak dipisahkan dari cinta kepada Tuhan, dan segala cinta yang menafikan Tuhan dan menjauhkan kita dari Tuhan adalah suatu ilusi yang dapat menggiring pada keruntuhan jiwa. Para wali islam bahkan telah menetapkan doktrin bahwa hanya cinta tuhanlah yang riil dan cinta yang lain hanyalah metafora atau hiasan. Akan tetapi, cinta metafora ini juga riil pada tatanannya sendiri dan bahkan merupakan anugrah Tuhan kalau cinta itu dihayati dengan seberarnya dsan digunakan sebagai tangga untuk mencapai cinta yang paling riil yaitu cinta kepada sumber dari segala cinta, Tuhan.[6]

Dalam dunia cinta dikenal pula rasa patah hati, kecewa, dan cemburu. Hal ini terjadi kepada seseorang yang telah disakiti dengan diduakan, disepelekan, dibohongi, atau diacuhkan cintanya. Hampir semua orang pernah merasakan hal ini. Tetapi sepertinya sedikit dari mereka yang menyadari bahwa hal itu juga merupakan gambaran yang ditunjukkan oleh Tuhan atas pesrasaan cinta Tuhan yang sering diduakan, disepelekan, dibohongi dan di acuhkan oleh manusia.

Tuhan tidak merasakan sakit atas semua perlakuan manusia itu. Hanya saja mempunyai rasa cemburu yang besar jika ada cinta lain (baca: tuhan lain) yang disukai oleh manusia. Bahkan dijelaskan bahwa dosa atas perlakuan itu tidak terampuni.

”Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat mencintai Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaamn Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaanNya (niscaya mereka menyesal)”. (QS. al-Baqarah: 165)

Tuhan memerintahkan agar kita berbakti dan mencintai orang tua dan keluarga, karena didalam sikap itu terdapat kebaikan-kebaikan yang tanpa mengandung kerugian dan dosa berbakti kepada orang tua adalah sikap yang sangat relevan dan mulia, karena memang orang tualah yang telah mengandung, melahirkan, merawat kita, dan sebagainya. Sudah seharusnya seorang anak membalas budi dengan bakti dan cinta terhadap orang tua, walaupun seandainya Tuhan tidak memerintahkan. Tetapi walau demikian relevennya, tetap saja banyak dari manusia yang mengacuhkan kewajibannya itu hingga Tuhan pelu mengingatkannya.

Cinta erat kaitannya dengan nafsu. Bahkan terkadang sulit dibadakan antara keduanya. Hal ini bisa terjadi pada kaum muda, yang masih mempunyai hati yang rawan bergelora. Sehingga banyak dari mereka yang menganggap bahwa perasaan cinta hanyalan sebuah permainan nyang dapat diperlakukan suka-suka. Mereka tak menyadari bahwa cinta telah pergi dari hati mereka karena tertindih nafsu yang lebih besar.

Setan sangat menyukai hal itu. Karena justru si empunya nafsu itulah yang saat itu sedang menjadi bahan permainan oleh setan. Kemudian, setanlah uyang menjadi nahkoda dari perahu yang tak berdaya itu untuk menerobos batu-batu karang syari’at agama.

Perbedaan antara cinta dan nafsu adalah; kedatangan perasasan cinta itu tak bisa ditolak, selama belum dengan sendirinya menghilang, perasaan cinta akan tetap terasa, bahkan semakin menguat, walaupun dihalang dengan segala upaya untuk menghilangkannya. Berbeda dengan nafsu (syahwat) yang bersifat selalu menuju pada kejelekan. Memang juga datang dengan sendirinya, tetapi nafsu itu dapat dicegah, atau mungkin diarahkan pada hal yang lebih pantas. Tidak mudah mengusir nafsu negatif ini. Maka yang dapat mengusirnya dengan kuat adalah kekuatan hati pula. Karena yang menjadi sasaran utama nafsu sadalah hati. Jika raga melakukan upaya keras (misaklnya dengan selalu menjaga kesucian, mengalihkan perbuatan pada hal-hal positif), kemudian diiringi dengan kesungguhan hati, maka Tuhan akan menolong orang-orang yang berupaya keras. Bahkan al-Qur’an pun juga telah menyampaikan contoh cara-cara mencegah merajanya nafdsu.

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihata kemaluannya; yang demikian itu adalah labih suci bagi mereka, sesungguhnay Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat” (QS. al-Nur: 30)

“katakanlah pada wanita yang beriman: “hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiaannya kecuali kepada suami merka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau perta-perta mereka” (QS. al-Nur: 31)

Sementara jika berbicara tentang cinta kepada Tuhan, berkaitan erat dengan ranah sufistik. Seorang sufi sejati adalah orang yang melabuhkan cintanya hanya kepada Allah SWT., walaupun tetap bergaul dengan duniawi. Dia mempunyai cinta yang begitu besar pada tuhan, hingga tak terhalang oleh apapun. Ia melakukan peribadatan atas dasar cinta, bukan syari’at,. Itu sebabnya seringkali mereka tak begitu memperhatikan syari’at, tapi justru mengunggulinya. Surga bukanlah tujuan mereka, melainkan hanya berupa “bonus” yang mana mereka juga tidak menolaknya. Karena yang mereka inginkan hanyalah balas cinta dari Tuhan, kemudian dapat bertemu dan berada di sisinya selalu.

Bahkan dikisahkan dalam alur fiktif, bahwa ada seseorang yang bernama farisi terbiasa hidup dengan sederhana kemudian takdir mengatakan bahwa ia mendapatkan surga, tetapi setelah sampai di surga farisi justru muak melihat gelimang kemewahan kenikmatan dan orang-orang yang mengumbar nafsu di surga. Ia terus berjalan mencari keberadaan Allah.,tetapi setiap orang yang ditanyainya selalu tak peduli karena keenakan dengan nafsunya. Ia muak berada di surga. Ia ingin kembali ke dunia menikmati hidup bersama Tuhan, menikmati indahnya beribadah dengan kesederhanaan. Tetapi setelah ia bertemu Tuhan disurga, kemudain ia di tempatkan di manzilah baina manzilataini.[7]

Salah satu nikmat cinta adalah, ia selalu memuat hati merasa bahagia dan hidup. Tetapi sakit hati juga tentu tak luput dari perjulanan cinta, karena itu semata-mata hanyalah ujian dan peringatan dari Allah, bahwa segala cinta akan hilang, kecuali cinta Tuhan yang Maha Kasih. Cinta Allah meliputi seluruh alam. Itulah cinta teragung yang pernah ada. Jika seorang manusia menjadikan pihak lain sebagai sekutu cinta dari Allah, maka sungguh itu merupakan suatu kebodohan yang tanpa disadari.


[1] Kamus Bahasa Indonesia, Amran Y.S. Chaniago, CV.Pustaka Setia, Bandung, 1997

[2] Arti Sebuah Cinta, Abu Usamah Abdurrahman (http://www.asysyariah.com/print.php?id_online

[3] Disampaikan di Work Shop Bedah Buku Islam Madzhab Cinta

[4] the heart of islam: Pesan-pesan Universal Islam untuk kemanusiaan, Seyyed Hossein Nasr, PT Mizan Pustaka, Bandung, 2003. hal.251

[5] ibid, hal.252

[6] Ibid, hal.254

[7] Kitab Dusta Dari Surga, Aguk Irawan MN., P_idea, kelompok Pilar Media (anggota IKAPI), Yogyakarta, 2007.

1 komentar:

  1. Nice info, sob... lanjutkan dan sukses yaaa... btw, jgn lupa mampir2 yaa ke blog aq >> http://salonoyah.blogspot.com ... tengkyuuuu

    BalasHapus